Tema :
Hak Kesulungan
Nats :
Kejadian 25:19-39
Adik-adik,
sama seperti ayahnya, Ishak harus menunggu lama sampai anaknya lahir. Dan Ishak
langsung mendapatkan dua anak, anak kembar bernama Esau dan Yakub.
Keluarga
Ishak begitu bahagia dan mereka semua tahu bagaimana cerita Esau dan Yakub
lahir. Adik-adik masih ingat bagaimana mereka lahir? Si adik, yaitu Yakub
memegang tumit abangnya, Esau. Mereka menganggap bahwa ini adalah pertanda
bahwa si adik lebih penting dari abangnya dan ternyata memang seperti itulah
yang terjadi sesuai firman yang disampaikan Tuhan.
Adik-adik,
untuk memahami kisah ini dengan baik, adik-adik harus ingat bahwa pada zaman
itu anak sulung adalah ahli waris milik ayahnya. Oleh karena itu, sang kakak
yaitu Esau yang lahir beberapa menit sebelum Yakub disebut sebagai anak sulung
dan otomatis “hak kesulungan” menjadi miliknya.
Nah,
waktu yang hanya beberapa menit itu bisa membuat perbedaan yang besar: Kaya
atau miskin, penghargaan atau tanpa penghargaan. Anak kedua tidak dianggap, apa
lagi anak ketiga, keempat, dan seterusnya. Bahkan sampai saat ini di negeri
Israel kebiasaan itu masih berlaku, segala sesuatu menjadi hak anak sulung
apabila sang ayah meninggal dunia.
Tentunya
adik-adik, Esau ini sangat beruntung, kan? Dia adalah anak yang lahir pertama
dan karena itu semua kekayaan dan kehormatan ayahnya akan jatuh kepadanya.
Tapi
anehnya adik-adik, Esau justru tidak menganggap itu sebagai sesuatu yang
penting. Ia sama sekali tidak tertarik dengan semua itu. Dia hanya sibuk
berkeliaran di padang untuk berburu. Beda sekali dengan adiknya, Yakub. Ia
lebih senang tinggal di rumah. Ia lebih suka dekat ibunya, mendengar ibunya
bercerita tentang janji-janji Allah dan cerita bagaimana dia lahir, bahwa Tuhan
berfirman, “Dan anak yang tua akan menjadi hamba kepada anak yang muda.”
Demikianlah
adik-adik, Yakub lebih dikasihi ibunya dibandingkan Esau. Dan kedua anak kembar
itu tumbuh dengan perbedaan watak yang mencolok.
Sikap
abai Esau akan hak kesulungan itu pun dimanfaatkan Yakub untuk menukarkannya
dengan semangkuk sup kacang mereah yang tidak sebanding dengan harta yang
menjadi hak anak sulung.
Esau
tidak menyadari kekeliruannya, bahwa dia telah melepaskan hak kesulungannya
dengan sumpah pada adiknya, Yakub.
Sampai
suatu hari, Ishak semakin tua dan pandangannya semakin kabur. Esau sibuk dengan
perburuannya sementara Yakub asyik di sekitar rumah.
Ishak
merasa waktunya sudah dekat, maka dia memanggil Esau, dan Ishak berkata
(Kejadian 27:2-4). Esau sangat senang, karena dia bisa melakukan sesuatu yang
menyenangkan ayahnya, dia juga senang bahwa dia akan diberkati ayahnya.
Tapi
sayang sekali, Ribka, ibunya, mendengar percakapan itu. Ribka yang lebih
menyayangi Yakub cepat-cepat merencanakan sesuatu yang sesuai dengan
pikirannya.
Saat
dia bertemu Yakub, Ribka pun menceritakan semua yang dikatakan Ishak pada Esau.
Ribka pun berkata, “... Kejadian 27:6-10”
Awalnya
Yakub enggan melakukan perintah ibunya. Ia takut. Yang Yakub takutkan bukan
karena pendapat ibunya salah, tapi yang dia takutkan kalau perbuatannya itu
ketahuan. Yakub pun berkata, “...Kejadian 27:11-12”
Namun
ibunya meyakinkan Yakub dan Ribka bertekad bahwa Yakublah yang harus menerima
hak kesulungannya itu. Maka Yakub pun berbuat seperti yang diperintahkan
ibunya. Yakub mengambil dua ekor anak kambing dan ibunya memasak makanan yang
sangat disukai Ishak.
Ribka
pun memakaikan baju yang terbaik punya Esau pada Yakub. Untuk melengkapi tipuan
itu, ibunya melilitkan bulu kambing pada tangan dan leher Yakub.
Yakub
pun masuklah ke tenda ayahnya dengan makanan yang telah diolah ibunya. Yakub
pasti sangat takut kalau-kalau itu akal-akalan ia dan ibunya (Kejadian
27:18-24). Karena merasa mendapat jawaban yang memuaskan, maka Ishak pun
memakan makanan yang dibawa Yakub.
Ishak
berkata, “Bangsa-bangsa akan takluk padamu, suku-suku bangsa akan sujud padamu.
Jadilah tuan atas saudara-saudaramu dan anak-anak ibumu akan sujud
menyembahmu.” Demikianlah Yakub diberkati dengan berkat anak sulung.
Ishak
tentu saja sudah membayangkan berkat-berkat indah yang akan menjadi milik Esau.
Tapi justru berkati itu dikatakan pada anak yang tidak tepat.
Yakub
keluar dan melepaskan pakaian Esau dan berlagak tidak terjadi apa-apa. Tidak
lama kemudian Esau pun masuk. Maka terjadilah saat-saat yang sangat-sangat menyedihkan.
Esau telah menyediakan makanan yang sama enaknya, dia datang dan berkata,
“Kejadian 27:31-37”
Esau
menangis dengan sangat keras. Betapa kebodohannya telah membawa dia dalam
kepedihan dan kesengsaraan.
Namun
demikian, adik-adik, apakah Yakub bebas dari dosa karena telah menipu? Tidak.
Yakub pun harus membayar harga atas apa yang telah ia lakukan. Ia harus lari
dari rumah dan kehilangan rumah dan ibunya. Bertahun-tahun ia hidup dalam
kesepian dan kekecewaan berat dan ia tidak pernah lepas dari rasa takut akan
perbuatannya.
Aplikasi
1.
Ingatlah
Yakub dan harga yang harus dibayarnya atas sikap mementingkan diri sendiri itu.
Menipu tidak ada gunanya.
2.
Kita juga
memilki hak kesulungan. Kita mempunnyai hak untuk menjadi ahli waris Allah
bersama Kristus. Jangan pernah mau menukarkan anugerah yang berharga itu dengan kesenangan yang segera
berlalu.
0 comments:
Post a Comment